|
Rabu, 2 MARET 2022 Renungan GKP Rabu, 2 MARET 2022 - Yesaya 58:1-12 - RABU ABU#tag: RABU ABU Rabu, 2 MARET 2022 Pembacaan Alkitab Yesaya 58:1-12 Nas Pembimbing Yesaya 58:6-7 Mazmur 51:1-8 Pokok Pikiran Puasa yang benar: lakukan yang benar, wujudkan keadilan, suarakan suara kenabian, memperhatikan yang lemah dan membebaskan yang terbelenggu Nyanyian Tema PKJ 239 Pokok Doa 1. Pertobatan diri 2. Pelayanan sosial dan kesaksian jemaat sebagai wujud pertobatan sosial 3. Pelaksanaan Sidang Sinode XXIX GKP tahun 2022 Warna Liturgis Ungu TINDAKAN PERTOBATAN PENDAHULUAN Ada yang berpandangan bahwa pertobatan itu adalah sekadar bertobat dari perbuatan-perbuatan yang jahat, maksiat, dan dekat dengan moralitas pribadi saja. Pertobatan dari yang dulu mencuri, sekarang tidak mencuri lagi. Pertobatan dari dulu berzina, sekarang tidak lagi melakukan perzinaan. Pertobatan dari dulu selingkuh dan tidak setia kepada pasangan, sekarang tidak melakukannya lagi. Pertobatan dari dulu korupsi, sekarang hidup jujur dan lurus. Memang, hal-hal di atas tidak ada yang salah. Pertanyaannya adalah apakah pertobatan itu hanya sebatas pada moralitas personal saja? Tentu saja tidak berhenti di sini. Pertobatan kita sebagai umat Allah berlanjut pada pertobatan secara sosial juga, yaitu seperti antara lain: 1. Berlaku tidak adil terhadap sesama dan gagal untuk terus menyuarakan kebenaran; 2. Enggan menunjukkan kepedulian dan empati terhadap sesama yang menderita, serta menutup mata dan telinga terhadap penderitaan sesama; 3. Bukannya memerdekakan orang, tetapi justru membelenggu orang lain; 4. Bukannya membela yang teraniaya, tetapi justru ikut jadi pelaku; 5. Bukannya membela yang lemah dan korban ketidakadilan serta kesewenang-wenangan orang lain yang merasa sok punya kuasa. tetapi justru membela mereka yang sok kuasa karena berharap mendapat keuntungan; 6. Enggan berbagi malah justru cenderung ingin menguasai, dan lain sebagainya. Hari ini, kita merayakan Rabu Abu yang dapatlah kita maknai sebagai kesempatan dan momen pertobatan dari semuanya itu. Bukan saja dari dosa-dosa personal, tetapi juga dosa-dosa sosial kita. PENJELASAN BAHAN Kala pandemi merebak dua tahun belakangan ini, kita semakin menyadari bahwa hidup ini ialah anugerah yang Tuhan berikan bagi setiap manusia. Kita akhirnya menyadari betapa berharganya kehidupan yang Tuhan anugerahkan kepada kita, betapa berharganya kesempatan bagi kita menyapa orang lain, mengasihi orang lain dan melakukan berbagai hal baik dalam kehidupan. Karena hidup adalah anugerah Tuhan, maka kita mesti merayakannya. Bagaimana cara merayakan hidup? Merayakan kehidupan bukan hanya sekadar dengan pesta dan acara-acara menarik, tetapi merayakan hidup yang Tuhan anugerahkan juga dapat dilakukan melalui refleksi diri akan makna hidup sehingga dapat menjadi sarana perbaikan diri guna mensyukuri anugerah Tuhan dalam kehidupan yang dijalani. Sehingga ujung dari merayakan hidup adalah pertobatan guna menghasilkan hal-hal yang baik yang dapat dilakukan dalam kehidupan kita. Kitab Yesaya yang menjadi pembacaan Alkitab kita saat ini juga berbicara tentang ritus perayaan yang dilakukan umat Tuhan kala itu. Namun fatalnya ialah bahwa apa yang dilakukan oleh umat Tuhan hanya sekadar seremonial belaka -” perayaan yang berakhir tanpa makna, sebab mereka berpuasa tetapi tetap menindas sesama, mereka berpuasa hanya menahan hawa nafsu makan dan minum tetapi tidak menekan hawa nafsu yang lainnya; mereka bertobat tetapi pertobatan yang dilakukan tidak mengubah diri mereka menjadi lebih baik lagi (ayat 3b-5). Oleh sebab itu Tuhan menegur umat-Nya melalui Yesaya dengan menyerukan bahwa yang harus mereka lakukan bukan hanya sekadar perayaan yang bersifat seremonial belaka tetapi perayaan kehidupan yang menunjukkan kepedulian terhadap sesama (ayat 6-7). Dengan demikian kita bersama memahami bahwa ritual tanpa aksi hanya sekadar ritual kosong tak bermakna, sedangkan aksi tanpa ritual bisa menjadi tindakan filantropi semata. Untuk itulah perlu keseimbangan antara ritual dan aksi nyata dalam kehidupan umat Tuhan. Pembacaan Alkitab kita saat ini mengajak kita untuk melakukan tindakan peribadahan dengan baik dan benar. Bukan sekadar mengikuti tetapi menghayati dan mewujudkannya dalam tindakan nyata keseharian kita. Nabi Yesaya mengajar kita untuk terus menyuarakan suara kenabian, meski berat dan tak jarang melawan arus yang ada namun itu semua harus tetap dilakukan. Mewujudkan keadilan, memperhatikan yang lemah, dan membebaskan yang terbelenggu juga merupakan beberapa contoh hal yang disampaikan Yesaya kepada umat Tuhan untuk dilakukan sebagai bentuk nyata tindakan peribadahan mereka. Maka, bagi kita yang hidup pada masa sekarang ini: sejauh mana kita mau mencoba untuk bertindak adil kepada sesama dalam kehidupan kita? Berapa banyak dari antara kita yang bersedia mengulurkan tangan membantu mereka yang lemah dan terbelenggu? Apa tindakan nyata yang hendak kita lakukan sebagai aksi dari hidup peribadahan kita? Merefleksikan pembacaan Alkitab kita saat ini, maka ketika kita akan memasuki masa Pra-paskah, bersama-sama kita diajak untuk merayakan ritus peribadahan kita untuk semakin mendekatkan diri kepada Tuhan dan menjadi bentuk perendahan diri yang menghasilkan tindakan nyata yang baik sebagai buah dari pertobatan. Ketika kita menerima penandaan abu di kening dalam Rabu Abu yang membuka masa Pra-paskah, kita hendak disadarkan bahwa sebagai manusia kita adalah debu yang melambangkan kelemahan dan kefanaan diri kita. Namun dalam kelemahan dan kefanaan itu kita diberi daya oleh Tuhan untuk merayakan hidup dan memaknai kehidupan di dunia ini. Maka bukan sekadar perayaan ritus peribadahan saja yang kita lakukan tetapi juga aksi nyata dalam kehidupan yang perlu ditingkatkan. POKOK PIKIRAN 1. Pertobatan sejati itu bukan saja pertobatan dari dosa-dosa personal sebagaimana yang sering kita pahami. Pertobatan sejati itu juga menyangkut pertobatan dari dosa-dosa sosial yang justru tanpa kita sadari dilakukan. Pertobatan dari tindakan dan kelakuan kita yang berlaku tidak adil terhadap sesama, dari rasa tidak peduli dan tidak mau tahu terhadap penderitaan dan kesusahan orang lain, dari keengganan untuk berpihak pada yang lemah dan korban dari 93 tindak kejahatan orang lain, dari ketakutan untuk mengatakan “benar itu benar” dan “salah itu salah”. 2. Pertobatan sejati itu diikuti dengan tindakan nyata. Dulu mencuri, sekarang bertobat dan karena itu tidak mencuri lagi. Dulu tidak peduli dengan sesama, sekarang bertobat dan karena itu mulai untuk belajar menunjukkan rasa peduli kepada sesama. Dulu sering berlaku tidak adil terhadap sesama, sekarang bertobat dan karena itu terus mengupayakan keadilan di mana saja dan kapan saja. 3. Ibadah-ibadah kita tidak hanya berhenti pada ritus dan ritual saja. Ibadah sejati kita adalah juga dalam tindakan nyata sebagai umat Tuhan yang terus mengupayakan kehadiran tanda Kerajaan Allah: kasih, keadilan, kebenaran dan damai sejahtera. Juga dalam keputusan untuk berpihak kepada yang lemah, yang teraniaya, yang menjadi korban kejahatan orang lain, yang tersingkirkan dan dimarginalkan, dan yang dipinggirkan termasuk kepada mereka yang tidak diperlakukan setara. (WAH)
Daftar Label dari Kategori Renungan GKP 2022 | NEXT: Renungan GKP Minggu, 6 Maret 2022 - Roma 10:4-15 - MINGGU PRAPASKAH I PREV: Renungan GKP Minggu, 27 FEBRUARI 2022 - DIMENGERTI DAN DILAKUKAN - Keluaran 34:29-35 - MINGGU TRANSFIGURASI | Register Login
Links:
lagu-gereja.com,
bible.,
perkantas,
gbi,
gkii,
gkj,
hkbp,
misa,
gmim,
toraja,
gmit,
gkp,
gkps,
gbkp,
Hillsong,
PlanetShakers,
JPCC Worship,
Symphony Worship,
Bethany Nginden,
Lagu Persekutuan,
![]() |
popular pages | Register | Login | e-mail: [email protected] © 2012 . All Rights Reserved. |