gkp.lagu-gereja.com

Renungan GKP 2022
Minggu, 30 JANUARI 2022
Renungan GKP Minggu, 30 JANUARI 2022 - DENGARKANLAH DIA! - Nehemia 8:1-13 MINGGU III SESUDAH EPIFANIA
#tag:

MINGGU III SESUDAH EPIFANIA
Minggu, 30 JANUARI 2022
Pembacaan Alkitab Nehemia 8:1-13
Nas Pembimbing Matius 4:4
Mazmur 20
Pokok Pikiran Mewujudkan persekutuan yang taat pada Firman
Tuhan
Nyanyian Tema NKB 125: 1, 4
Pokok Doa 1. Anggota jemaat yang berprofesi sebagai pegawai
negeri dan swasta dalam pekerjaannya
2. Para pendeta pelayanan khusus GKP yang melayani
di Sinode GKP, Pasundan Durebang, di satuan kerja
badan-badan pelayanan dan studi
3. Anggota jemaat dan para pengurus pos pelayanan,
pos kebaktian serta bakal jemaat GKP
Warna Liturgis Hijau

DENGARKANLAH DIA!

PENDAHULUAN
Dua telinga dan satu mulut, secara jumlah pasti lebih banyak telinga. Kenyataannya, orang lebih
sering menggunakan mulut dibandingkan telinga. Padahal sebuah artikel mengatakan bahwa
mendengarkan lebih banyak memiliki manfaat dibandingkan berbicara. Ada tiga manfaat ketika
manusia lebih sering mendengar. Pertama, mendengarkan orang lain dapat membangun relasi yang
baik. Ketika seseorang lebih suka mendengarkan, maka akan membuat kita mampu menganalisis
permasalahan orang tersebut dengan baik. Mereka yang memiliki kemampuan mendengar yang baik
pasti akan membuat orang lain tertarik berbicara dengan dia. Kedua, menunjukkan respek terhadap
orang lain. Dengan meluangkan waktu sebentar saja untuk mendengar cerita dari lawan bicara, maka
itu menunjukkan bahwa kita menghargai lawan bicara. Ketika orang tersebut sudah tahu cara
menghargai lawan bicara maka ia akan tahu kapan harus berbicara dan harus mendengar sehingga
rasa sungkan akan didapatkan. Ketiga, mendengarkan akan menambah pengetahuan. Dengan
mendengarkan orang lain, hal itu akan menambah pengetahuan si lawan bicara. Pada akhirnya orang
yang mendengarkan lebih banyak akan mendapatkan lebih banyak dibanding orang yang lebih
banyak berbicara.
Bacaan pada hari ini mengajak seluruh umat Israel untuk belajar mendengar. Mereka diajak tidak
hanya mendengarkan sesama atau pemimpin agama atau pemerintah, tetapi juga diajak untuk
mampu dan mau mendengarkan Firman Tuhan. Firman Tuhan tidak hanya mengenai melakukan
sesuatu tetapi juga mendengarkan sesuatu sebagai landasan untuk bertindak dalam hidup.

PENJELASAN BAHAN
Pada bacaan kali ini, Nehemia menceritakan bagaimana bangsa Israel kembali berkumpul pada bulan
yang ketujuh dalam rangka Hari Raya Pondok Daun. Hal yang unik di sini adalah imam Ezra adalah
orang yang memimpin pembacaan tersebut. Ia memimpin bangsa Israel untuk mendengarkan

Hukum Taurat yang dibacakan pada saat itu. Mereka semua berkumpul dari pagi hingga menjelang
tengah hari (Ay. 4).
Hal yang menarik di sini adalah bagi orang-orang Israel, momen pembacaan Kitab Taurat Musa
adalah momen yang sangat ditunggu oleh mereka semua. Ada beberapa alasan yang membuat
momen pembacaan ini sangat penting. Pertama, bagi orang Israel, pembacaan kitab ini adalah kitab
yang diberikan oleh Tuhan kepada bangsa Israel melalui Musa. Mereka merasa bahwa pembacaan ini
adalah pembacaan yang penting. Mereka harus mendengarkan apa yang diperintahkan Tuhan
kepada bangsa Israel. Kedua, momen ini adalah momen yang sangat penting dan sakral karena
bangsa Israel pada saat itu didominasi oleh mereka yang masih buta huruf. Mereka tidak dapat
membaca sehingga mereka diajak untuk mendengar. Hanya segelintir orang yang dapat membaca,
oleh sebab itu momen pembacaan Kitab Taurat ini menjadi momen yang sangat penting bagi mereka
dan harus dihadiri oleh mereka. Ketiga, bagi orang Israel, mereka memiliki akses yang sangat
terbatas dalam membaca hukum Taurat. Berbeda dengan zaman sekarang yang sudah modern
seperti sekarang ini yang dapat dengan mudah mengakses kitab suci, pada zaman dahulu orang-
orang yang boleh mengakses kitab hukum Taurat adalah orang-orang Lewi dan juga Imam. Itulah
penyebabnya kenapa sangat ramai sekali orang yang datang.
Pada bacaan kali ini, hal yang menarik adalah mereka yang hadir disebutkan tidak hanya laki-laki.
Seperti yang diketahui oleh semua orang bahwa budaya patriarki yang sangat kental pada saat itu
membuat wanita dan anak-anak tidak mendapatkan bagian atau diperhitungkan dalam sebuah acara.
Namun, kali ini dalam sebuah momen keagamaan, baik wanita maupun pria secara gamblang disebut
dan mendapatkan perhatian khusus. Kenapa akhirnya wanita mendapatkan tempat dan disebut
dalam budaya patriarki ini? Karena mereka merasa bahwa semua orang berhak mendengar dan
mengetahui kebenaran Firman Tuhan. Pembacaan itu tidak dibatasi oleh gender, tetapi berlaku
untuk seluruh rakyat Israel.
Selanjutnya, ketika berbicara mengenai apa yang terjadi dalam pembacaan tersebut, orang-orang
yang hadir seperti mendapatkan sebuah semangat baru dengan menyambut kata Amin, Amin! (ay.7).
Mereka semua yang hadir merasakan sebuah momen perjumpaan secara pribadi ketika Ezra
membacakannya. Kemampuan literasi dan juga keterbatasan akses membuat pembacaan sebuah
kitab suci adalah momen yang sangat langka dan ditunggu-tunggu. Bayangkan saja mereka rela
mendengarkan dari pagi hingga tengah hari. Setidaknya mereka harus mendengarkan lebih dari dua
jam. Tidak seperti sekarang karena akses yang sudah lebih luas dan mudah membuat orang untuk
membaca firman Tuhan selama sepuluh menit terasa seperti membaca selama dua jam.
Terlihat ada sebuah kerinduan dari orang-orang Israel untuk dapat mendengarkan Firman Tuhan
tersebut. Bahkan Ezra selaku orang yang bertanggung jawab pada pembacaan itu menjelaskan kitab
tersebut dengan memberikan keterangan hingga pendengar dapat mengerti. Ezra sudah menyadari
bahwa daya tangkap orang yang hadir, secara umum manusia, hanya mampu menangkap tiga puluh
persen dari apa yang disampaikan sehingga membuat Ezra secara telaten menjelaskan kitab
tersebut. Ezra mau mereka yang mendengar tidak hanya sekadar “hear”, tetapi juga “listen” yang
menuntut fokus serta perhatian mereka.
Mendengar memang menjadi satu-satunya alat bagi mereka karena ketika dalam sebuah komunitas
yang tidak dapat membaca, maka tradisi oral akan menjadi satu-satunya jalan. memang terasa sulit,
tetapi tradisi oral ini nantinya akan membuat pemaknaan dari momen mendengar Firman Tuhan
menjadi sebuah hal yang ditunggu-tunggu. Menantikan adanya pembacaan dan penjelasan firman
akan menjadi momen yang penting. Oleh sebab itu, Ezra memaksimalkan apa yang ada pada
komunitas tersebut, yaitu mendengar, dan melakukan. kehidupan kita, b). melaksanakan segala perintah-Nya (mengasihi Allah dan mengasihi sesama -”
Matius 22 :37-40) secara konsisten dan konsekuen di segala waktu, tempat dan keadaan kita, serta c).
mengakui dan mensyukuri segala kasih karunia dan berkat Allah di dalam kehidupan kita. Itu semua
kita laksanakan dengan penuh kesadaran, keberanian, ketaatan, kesetiaan dan kesukacitaan dalam
kehidupan pribadi dan persekutuan kita, baik dalam melaksanakan ritual dan seremonial keagamaan,
maupun dalam kehidupan sosial kita di tengah lingkungan GKP, ekumenis, masyarakat/bangsa dan
negara, sampai akhir kehidupan kita. Pasti tidak selalu mudah, tetapi bukan hal yang mustahil apabila
kita menjalaninya dalam kebersamaan dan terutama dengan senantiasa memohon pertolongan Roh
Kudus.

POKOK PIKIRAN
1. Kita menyadari dan mengakui bahwa keberadaan dan hidup kita hingga saat ini semata-mata
karena kasih karunia dan anugerah Allah yang mahakuasa dan maha pengasih. Kekaguman,
rasa hormat dan rasa syukur kita atas anugerah keselamatan dan berbagai kasih karunia Allah
yang begitu agung dalam Yesus Kristus tidak boleh hanya dinikmati dan dimiliki sendiri,
melainkan akan diungkapkan menjadi kesaksian nyata dan bermakna penuh di sekeliling kita.
Ini terjadi manakala kita tanpa ragu menyatakan kesediaan, tekad dan upaya kita dengan
sungguh-sungguh untuk menghadirkan tanda-tanda kehadiran Kerajaan Allah dalam
kehidupan pribadi dan bangsa kita.
2. Bangsa dan negara kita sedang menghadapi berbagai masalah besar dan berat. Begitu banyak
saudara sebangsa yang membutuhkan perhatian, dukungan dan bantuan sesamanya. Beban
dan jumlah Saudara yang menderita semakin bertambah -tambah akibat langsung dan tidak
langsung dari : (a) bencana alam yang terjadi di berbagai daerah, (b) pandemi Covid-19 yang
melanda negeri ini, serta (c) perilaku egoisme dan menyimpang dari oknum dan kelompok
orang yang haus kekuasaan, serakah/tamak, dan yang merasa paling benar dan hanya mau
menang sendiri. Tentu saja perhatian kita bukan hanya kepada mereka yang menderita dan
menjadi korban, tetapi juga kepada para pelaku yang egois dan menyimpang itu, bahkan para
pembuat dan eksekutor kebijakan publik. Itulah panggilan kita, baik sebagai pribadi maupun
sebagai komunitas. Semua bentuk kesaksian kita tiada lain dalam rangka menghadirkan tanda-
tanda kehadiran Kerajaan Allah di negeri tercinta ini.
3. Kesaksian kita dapat dinyatakan secara individual melalui kehidupan personal kita, sedangkan
kesaksian secara institusional dan komunal dapat dilaksanakan dalam kemitraan bersifat
bilateral dan unilateral dalam lingkup GKP, ekumenis, lintas agama, dan lintas komponen
bangsa. Pasti tidak sederhana dan tidak mudah pelaksanaannya. Namun, kita sangat yakin dan
percaya bahwa Tuhan yang mengutus kita akan senantiasa menyertai dan memperlengkapi
kita dalam menyiapkan, merencanakan dan melaksanakannya sampai pada akhirnya.
(KLS)






Daftar Label dari Kategori Renungan GKP 2022





NEXT:
Renungan GKP Minggu, 20 FEBRUARI 2022 - PENGHARAPAN PALSU? - Yeremia 17:5-10 - MINGGU VI SESUDAH EPIFANIA



PREV:
Renungan GKP Minggu, 23 JANUARI 2022 - TETAP BERKARYA WALAU MENDERITA - Yesaya 62:1-5 - MINGGU II SESUDAH EPIFANIA

Arsip Renungan GKP 2022..

Register   Login