gkp.lagu-gereja.com        

Renungan GKP 2022
Minggu, 17 AGUSTUS 2022
Renungan GKP Minggu, 17 AGUSTUS 2022 - Mazmur 80:1-4 - HUT KEMERDEKAAN KE77 REPUBLIK INDONESIA
#tag:

HUT KEMERDEKAAN KE77 REPUBLIK INDONESIA
Minggu, 17 AGUSTUS 2022
Pembacaan Alkitab Mazmur 80:1-4
Nas Pembimbing Mazmur 80:20
Mazmur 71:12-16
Pokok Pikiran Tuhan pulihkanlah hidup kami!
Nyanyian Tema NKB 129
Pokok Doa
1. Persatuan dan kesatuan NKRI
2. Pemerintahan Indonesia
Warna Liturgis Merah

Tuhan Pulihkanlah Hidup Kami!

PENDAHULUAN
New Normal atau normal baru adalah skenario yang dilakukan pemerintah Indonesia untuk
mempercepat penanganan covid-19 dalam aspek kesehatan dan sosial ekonomi, yang
digagas pada tahun 2020. Dalam indonesia.go.id, gagasan tentang New Normal ini
menghadirkan sebuah kesadaran, dari sebuah istilah “melawan pandemi covid-19”, menjadi
“berdamai dengan pandemi covid-19”. Melalui akun Twitternya @jokowi mengatakan,
hidup berdampingan harus dilakukan karena virus ini tak akan segera menghilang dan tetap
ada di tengah masyarakat.

Melalui perubahan istilah ini, berdampak bagi kebijakankebijakan yang diambil. Dari yang semula terjadi pembatasan begitu rupa/lock down, menjadi sebuah kehidupan yang dikelola dengan sebuah istilah prokes, protokol kesehatan.

Harapannya adalah agar masyarakat perlahan-lahan mampu melakukan aktivitas sosial dan
perekonomian dengan tingkat persebaran covid-19 yang relatif rendah.
Banyak hal serta kebijakan-kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah dengan tujuan
pemulihan. Pemulihan ini menjadi sebuah harapan semua orang, bahkan pemerintah
mencoba begitu banyak metode dalam 2 tahun belakangan masa pandemi ini agar
kehidupan dapat dibangun kembali. Pemulihan menjadi sebuah kerinduan setiap orang,
termasuk orang Kristen terlebih ketika dimasa pandemi adanya pembatasan yang membuat
peribadahan di Gedung Gereja tidak bisa dilakukan. Hal ini membuat gereja-gereja
mengembangkan diri untuk menghadirkan peribadahan secara virtual. Minimnya
perjumpaan, keterbatasan aktivitas, dan melemahnya pertumbuhan ekonomi membuat
banyak orang yang senantiasa berharap akan pemulihan. Namun apakah pemulihan itu
sungguh-sungguh dapat terjadi? Rasanya kita perlu memaknai bagaimana pemazmur
memiliki dan merawat pengharapannya akan pemulihan didalam TUHAN.

PENJELASAN BAHAN
Ketika berbicara tentang pandemi, seorang penulis dan jurnalis asal Amerika Fareed Zakharia dalam bukunya Ten Lessons For a Post-Pandemic World mengungkapkan tentang sebuah fakta melalui perjalanan sejarah era modern. Ia menjelaskan bahwa tidak sedikit orang meyakini bahwa setelah vaksin, kehidupan akan segera pulih seperti semula dimasa sebelum pandemi terjadi. Tetapi yang lain pun berpendapat bahwa pandemi sebetulnya tidak akan mengembalikan kondisi, melainkan akan mempercepatnya. Zakharia melanjutkan, bahwa kehidupan dunia setelah pandemi akan menampakkan perubahan dibanyak aspek, versi yang lebih maju dan lebih cepat dari dunia yang selama ini kita kenal.13
 
Zakharia mencoba berkaca dari peristiwa flu Spanyol, maupun krisis-krisis politik (Perang
Dunia II) yang semuanya mengubah kehidupan dunia. Apa yang diungkapkan oleh Zakharia
menjadi masuk akal ketika kita melihat dunia sekarang ini. Ada begitu banyak teknologi dan
kebiasaan baru yang kita jalani sekarang. Baik dalam keseharian, maupun dalam
persekutuan gerejawi.

Mazmur 80 yang menjadi perenungan kita ini mengungkapkan sebuah kondisi, di mana
pemazmur menaikkan syafaat untuk memohon pemulihan umat Allah. Kondisi ini terjadi
karena pemazmur mengalami di mana umat Israel telah runtuh perlindungan ilahinya,
merasa adanya kekosongan rohani yang membuatnya mudah untuk diserang dari luar. Oleh
karena itu permohonan yang diungkapkan pemazmur ini adalah tentang kehadiran,
pendampingan dan tuntunan Allah sebagaimana karya-Nya yang telah dinyatakan kepada
Yusuf yang digiring oleh Tuhan sebagai kawanan domba-Nya. (ayat 2) Rasanya pemazmur
menyadari bahwa kondisi yang ada dapat dengan mudahnya membuat umat hilang arah
dan terancam untuk terperosok dalam memilih jalan yang salah serta melangkah dalam
ketersesatan.

Oleh karena itulah kerinduan terjadinya sebuah pemulihan itu dinyatakan, kerinduan agar
Tuhan datang dengan segala kuasa dan keperkasaan-Nya dinyatakan untuk dapat
menyelamatkan umat dari ketersesatan yang sedang mengancamnya. Pemazmur
menyadari betapa rapuhnya umat Tuhan, dan betapa berkuasanya Tuhan untuk
menyelamatkan umat-Nya ini. Untuk itulah terang wajah Allah menjadi sangat penting,
karena melalui sinar wajahnya maka akan terjadi sebuah keselamatan. (ayat 4)

Bukankah kondisi ini yang menjadi situasi kita saat ini? Kesadaran dan kebingungan akan
perubahan-perubahan serta percepatan yang terjadi kadang membuat kita sebagai pribadi
yang percaya dipusingkan untuk memaknainya. Apa yang diungkapkan pemazmur dalam
doanya adalah sebuah kerinduan agar Tuhan terlibat menuntun, tetapi di saat yang sama
kita perlu menyadari kerapuhan kita agar kerinduan akan Allah menjadi sempurna
menguasai kita, dan kuasanya mengubahkan kita untuk menjadi pribadi yang tepat.

Demikian juga konteks persekutuan gerejawi kita. Kebingungan-kebingungan dalam menjalankan program, antara tatap muka atau Online, ketakutan kondisi pandemi akan menghilangkan nyawa membuat aktivitas gerejawi kadang tertahan dan terhenti. Dalam hal ini Pdt. Prof Joas Adiprasetya mengungkapkan sebuah kondisi perlunya habitus baru bagi gereja di tengah masa pandemi. Baginya dengan habitus baru atau new habit yaitu pembiasaan baru yang mengakar pada kesadaran bahwa gereja perlu memaknai sebuah kemampuan elastis untuk menciptakan tindakan-tindakan baru yang responsif. Ia mencoba untuk memunculkan perbedaannya, baginya perbedaan gereja sebelum dan setelah pandemi cukup besar. Jikalau sebelum pandemi gereja berfokus hanya pada hari Minggu, maka dimasa pandemi ini gereja memiliki fokus untuk bagaimana menjawab pertanyaanpertanyaan yang ada setiap hari dimasa yang sulit ini.

Secara tidak langsung Pdt. Prof. Joas hendak menyatakan pentingnya kesadaran bahwa perubahan itu perlu dan menjadi bagian dari kehidupan saat ini. Namun sejauh mana perubahan itu memiliki batasannya? Atau ke mana arah perubahannya? Maka nilai syafaat pemazmur ini menjadi amat penting.

Oleh karena itu, dalam 77 tahun Indonesia Merdeka yang kita peringati hari ini, menjadi
begitu bermakna jika kita berani melihat bahwa perubahan dan kebiasaan baru itu menjadi
nilai yang tak dapat dilepaskan bagi kita, maupun gereja dan bangsa Indonesia itu sendiri.
Pemerintah menghadirkan begitu banyak kebijakan-kebijakan untuk menyikapi dan terlibat
dalam era perubahan yang begitu cepat. Bagaimana dengan gereja? Apakah diam saja atau
justru ikut serta terlibat untuk berpartisipasi dalam era perubahan yang terjadi sebagai
bentuk partisipasi menuju pemulihan. Pemazmur dengan cerdas mengemukakan
pentingnya menyadari kerapuhan, keterbatasan kita, dan kesadaran bahwa Tuhanlah
gembala yang agung, yang melaluinya kita mampu terarah pada langkah dan jalur yang
benar.

Betul gereja membutuhkan perubahan, betul gereja dan umat merindukan
pemulihan. Tetapi di saat yang sama menjadi amat penting untuk memaknai perubahan
menuju pemulihan bersama dengan Tuhan, tujuannya agar kita bijaksana untuk mengolah
pengetahuan dan pengalaman yang kita miliki sebelum pada akhirnya tiba pada keputusankeputusan dan tindakan yang tepat untuk menghadirkan sebuah persekutuan yang menjadi
berkat. Menjadi berkat bagi umat Tuhan, dan menjadi berkat pula bagi bangsa Indonesia
yang kita cintai ini. Sebagaimana yang dikatakan oleh Tan Malaka, salah satu tokoh bangsa
era Soekarno yang mengungkapkan “TERBENTUR, TERBENTUR, TERBENTUR,
TERBENTUK”. Ungkapan itu bermakna ingatlah ketika kita sedang berada dalam fase
kehidupan yang sulit, seseorang harus menyadari bahwa masalah-masalah yang ada yang
sedang dihadapi suatu hari nanti justru akan membuat dirinya lebih baik. Itulah juga yang
TUHAN inginkan dari kita, keterarahan hati dan kesadaran akan pertolongan Tuhan akan
menghadirkan sebuah kebaikan dalam pemulihan.

POKOK PIKIRAN
1. Kesadaran bahwa memaknai kemerdekaan Indonesia secara baru menjadi penting.
Bukan hanya sekedar mengingat perjuangan para pahlawan, melainkan juga
menyadari dan menyiapkan diri untuk menjalani kemerdekaan secara baru di era
new normal dengan segala budaya dan kebaharuannya.

2. Untuk itu menjadi amat penting melalui pemazmur kita belajar tentang pentingnya
menyadari kerapuhan dan memelihara sebuah keyakinan iman yang percaya pada
pertolongan Tuhan. Hal ini bertujuan agar di tengah era yang begitu cepat berubah
kita sebagai persekutuan umat Tuhan mampu melangkah pada jalur yang benar,
dan dituntun untuk melangkah dengan berani. Sehingga perubahan dan pemulihan
terjadi dalam kesadaran bahwa ini semua adalah bagian dari rancangan damai
sejahtera Allah bagi kita dan bangsa Indonesia yang kita cintai.
(BDE)






Daftar Label dari Kategori Renungan GKP 2022





NEXT:
Renungan GKP Minggu, 21 AGUSTUS 2022 - Yesaya 58:1-12 - MINGGU XI SESUDAH PENTAKOSTA



PREV:
Renungan GKP Minggu, 14 AGUSTUS 2022 - Yesaya 5:1-7 - MINGGU X SESUDAH PENTAKOSTA

Arsip Renungan GKP 2022..

Register   Login